Mendidik anak
untuk bisa pintar mungkin terlalu mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja.
Tetapi mendidik anak untuk mempunyai emosi yang stabil, tidak semua orang bisa
melakukannya. Dibutuhkan orang tua dan guru yang sabar, serius, ulet, serta
mempunyai semangat dedikasi tinggi dalam memahami dinamika kepribadian
anak. Perilaku siswa usia sekolah saat ini banyak dikeluhkan guru. Para
guru mengeluh sikap anak-anak yang sangat sulit di atur emosinya di kelas
selama pelajaran berlangsung. Saya tidak tahu lagi harus bagaimana melatih dan
mengajarkan siswa saya untuk konsentrasi, tekun, dan tenang selama pelajaran
saya berlangsung. Saya bingung, teguran dan sangsi apa lagi yang harus saya
berikan agar siswa saya bisa duduk dengan tenang selama pelajaran berlangsung
sehingga dapat dengan mudah memahami materi yang saya ajarkan. Itulah dua dari
sekian banyak contoh keluhan para guru menghadapi siswa hiperaktif di kelas
selama pelajaran berlangsung di sekolah.
Dalam Psikologi terdapat apa yang namanya anak penderita Attention deficit Hiperactivity
Disorder (ADHD). ADHD
didefinisikan sebagai anak yang mengalami defisiensi dalam perhatian, tidak
dapat menerima impuls-impuls dengan baik, suka melakukan gerakan-gerakan yang
tidak terkontrol, dan menjadi lebih hiperaktif. Adapun kriteria anak hiperaktif
pada masa sekolah adalah sebagai berikut:
1. Mengalami kesulitan dalam memusatkan
perhatian (defisit dalam memusatkan perhatian) sehingga anak tidak dapat
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara baik.
2. Jika diajak bicara siswa hiperaktif tidak
dapat memperhatikan lawan bicaranya (bersikap apatis terhadap lawan bicaranya).
3. Mudah terpengaruh oleh stimulus yang datang
dari luar dirinya..
4. Tidak dapat duduk tenang walaupun dalam
batas waktu lima menit dan suka bergerak serta selalu tampak gelisah.
5. Sering mengucapkan kata-kata secara spontan
(tidak sadar).
6. Sering melontarkan pertanyaan yang tidak
bermakna kepada guru selama pelajaran berlangsung.
7. Mengalami kesulitan dalam bermain bersama
temannya karena ia tidak memiliki perhatian yang baik
Terhadap kondisi siswa yang demikian, biasanya para guru
sangat susah mengatur dan mendidiknya. Di samping karena keadaan dirinya yang
sangat sulit untuk tenang, juga karena anak hiperaktif sering mengganggu orang
lain, suka memotong pembicaran guru atau teman, dan mengalami kesulitan dalam
memahami sesuatu yang diajarkan guru kepadanya. Selain itu juga, prestasi
belajar anak hiperaktif juga tidak bisa maksimal.
Secara psikologis, perkembangan kognisi anak-anak yang menderita hiperaktif biasanya termasuk dalam kategori normal. Jika prestasi akademik mereka rendah, sebenarnya bukan karena perkembangan kognisinya yang bermasalah, tetapi lebih disebabkan karena ketidakmampuan mereka untuk konsentrasi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas.
Secara psikologis, perkembangan kognisi anak-anak yang menderita hiperaktif biasanya termasuk dalam kategori normal. Jika prestasi akademik mereka rendah, sebenarnya bukan karena perkembangan kognisinya yang bermasalah, tetapi lebih disebabkan karena ketidakmampuan mereka untuk konsentrasi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas.
Solusi yang bisa ditawarkan untuk mengatasi masalah
hiperaktif pada siswa di sekolah adalah orang tua harus berupaya menghilangkan
perilaku hiperaktif anak sebelum masuk sekolah. Cara yang bisa dilakukan oleh
orang tua adalah sedini mungkin membiasakan seorang anak untuk hidup dalam
suatu aturan. Jadi anak harus dikendalikan emosinya dengan penerapan aturan
yang konsisten di rumah oleh orang tua. Selain itu, anak juga harus sedini
mungkin diberikan kepercayaan dan tanggung jawab terhadap apa yang seharusnya
dia lakukan. Di bawah ini ada beberapa ciri khusus yang dapat orang tua deteksi
perilaku hiperaktif anak pada setiap fase perkembangannya.
1. Akhir tahun pertama sebelum masuk sekolah
(pada saat Balita) perilaku Attention deficit Hiperactivity
Disorder(ADHD) yang ada pada anak belum bisa terdeteksi secara
nyata, tetapi bila mereka menunjukkan tingkah laku gelisah dalam melakukan
suatu aktifitas tertentu maka orang tua sebenarnya harus bisa memberikan
perhatian serius.
2. Pada masa pra sekolah, gejala ADHD-nya
mulai nampak. Misalnya tidak mampu mengerjakan suatu tugas yang ringan, tidak
mampu bergaul dengan teman atau cuek terhadap lingkungan sekitarnya.
3. Pada masa sekolah jika tidak mendapatkan
perhatian serius maka defisiensi yang di derita anak akan bertambah sehingga
kondisinya bisa lebih parah dari masa sebelumnya. Langkah terbaik untuk masa
ini adalah anak perlu diperhatikan kondisi emosinya seawal mungkin oleh orang tua
sebelum masuk sekolah.
4. Jika pada tiga fase sebelumnya tidak
diperhatikan secara serius, maka pada masa remaja awal (SLTP) anak yang
menderita ADHD tidak dapat berhasil dalam belajar. Kondisi ini yang menyebabkan
seorang remaja tidak dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah yang lebih tinggi
nantinya.Alasan yang sangat nyata adalah karena prestasi belajar anak
hiperaktif yang sangat rendah. Kondisi ini lebihdisebabkan karena anak
hiperaktif mengalmi deficit dalam perhatian.
5. Pada
masa dewasa seorang yang masih menderita ADHD mengalami masalah dalam hubungan
interpersonal seperti, kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain (minder)
tidak percaya diri, tidak mempunyai konsep diri yang jelas, selalu tampak
depresi atau stress, memiliki perilaku anti sosial, dan selalu merasa tidak
mantap dengan tugasnya atau pekerjaannya. Jadi ADHD yang tidak teratasi akan
terbawa sampai masa dewasa.
Kerja nyata dari orang tua
dalam membentuk emosi anak adalah sedini mungkin mencoba membimbing anak dalam
berbagai aktivitas hidupnya. Belajar menenangkan anak untuk bisa memusatkan
perhatiannya sedini mungkin menjadi penting, karena akan berpengaruh secara
tidak langsung pada perkembangan prestasi anak di sekolah. Keterampilan khusus
yang dimiliki orang tua dalam mengatur emosi anak sejak dini itu akan
mematangkan emosinya pada waktu sekolah nantinya. Keterampilan-keterampilan
yang diajarkan oleh orang tua pada waktu kecil juga akan memungkinkan seorang
anak bisa bersikap penuh perhatian terhadap isyarat-isyarat sosial pada
perkembangan kepribadiannya. Dengan kata lain, keseriusan orang tua dalam
mendeteksi dan menanggapi secara baik setiap emosi yang dimunculkan anak pada
masa kecil, akan membantu anak pada proses perkembangan kepribadian anak
selanjutnya.